Learn to Find Your Blessings in Disguise

There are moments in our lives when the world seems to fall apart, and our first response is to grieve over our bad luck. Yet, with time, we look back upon that event and tinge it with the afresh…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Pseudo Existence

Cw // Kissing, 18+, broken english.

Spencer memperhatikan penampilannya di cermin. Sempat ia lihat buku-buku jarinya yang masih terluka, kali ini lebih baik dari semalam. Ia memilih mengabaikan itu dan membetulkan sedikit broch miliknya yang tersemat di bagian kiri dadanya, broch itu adalah simbol kerajaan (rusa dengan dua tanduk yang berdiri dengan tegak) ditempatkan dibagian dada kiri untuk menandakan bahwa sebagai seorang pangeran, Spencer membawa Neanderthal dalam setiap detak jantungnya.

“Your highness,” panggil salah seorang pelayan membuat Spencer menoleh kearahnya. Pelayan itu menyodorkan sebuah kotak berisi sarung tangan berwarna hitam milik Spencer.

Spencer meraih sarung tangan bagian kanan dan mulai memakainya. Tidak boleh ada yang mengetahui bahwa semalam ia memukul cermin nya untuk meluapkan kekesalan.

Spencer sangat paham bahwa ia bisa mengendalikan emosinya, sebab sejak kecil, ia sudah diajarkan untuk bisa mengendalikan emosinya karena itulah yang semestinya pangeran kuasai. Tetapi semalam, ia benar-benar kehilangan kendali diri karena ucapan Ibunya yang terus terngiang-ngiang; membuat ia tanpa sadar meluapkannya dengan memukul cermin sekencang mungkin, hanya satu pukulan tanpa ada gertakan-gertakan lainnya, tetapi sukses membuat pelayan yang melihatnya bergetar ketakutan.

“Kenapa kamu bawa micah kesini?”

“Saya ingin micah bertemu mereka.”

“Untuk apa? kamu pikir dia siapa, Spencer?”

“Then, why did you bring her?”

“who?”

“Princess Astrid.”

“Of course she should be here, she would become the next Neanderthal duchess, candidate.”

Spencer mengepalkan tangannya. Ia memejamkan mata mencoba mengendalikan dirinya untuk tidak emosi lagi. Sebulan berlalu tapi ia masih teringat itu, setiap mengingatnya membuat ia jadi gila sendiri.

Pintu diketuk, Spencer mempersilahkan untuk masuk, setelah sadar bahwa itu adalah Viviane, Spencer yang tadinya sedang muram, memberikan sedikit senyumannya kepada sang sepupu.

“Bagaimana perjalanannya?’’ tanya Spencer.

“Lancar.” Viviane menahan senyum, ia melirik kearah luar sebentar. “Tebak, aku ajak siapa.”

Spencer hendak bertanya siapa tetapi Viviane keburu memanggil nama Micah, membuat Spencer menatap sepupunya tidak percaya dan sedetik kemudian tersenyum dengan lebar ketika melihat sang kekasih masuk kedalam.

“Your highness.” Micah membungkuk hormat kearah Spencer.

Spencer mengangguk, ia berjalan mendekat Micah. “Long time no see, love.”

Spencer mengisyaratkan pelayan untuk pergi dari kamar. Mereka semua membungkuk hormat dan mulai pergi satu persatu dari kamar, termasuk Viviane yang tahu bahwa Spencer butuh waktu berdua bersama dengan kekasihnya.

Spencer membawa Micah kedalam pelukannya. “Kenapa kamu enggak ngasih tau kalau diundang ke nicosa? Kita bisa berangkat bareng.”

“It’s surprise!” Micah tertawa kecil. “Aku tadinya enggak akan datang karena… malu, bingung juga mau ngasih apa untuk ratu, tapi selesai kumpul klub kak Viviane chat aku dan ngajak aku belanja buat kesini, dia juga paksa aku buat datang, jadinya aku datang.”

“Kamu gak perlu ngasih apa-apa.”

“Aku ngasih sepatu, Kak Viviane bilang ratu suka banget sama sepatu, it’s handmade by me, enggak mahal tapi… aku harap ratu suka.”

Spencer mengecup kening Micah dengan lembut. “Ratu pasti suka.”

Hening menyapa keduanya. Mereka saling berpelukan. Sudah sekitar sebulan tidak bertemu membuat mereka benar-benar merindukan satu sama lain.

“Kamu kemana sih, aku gak bisa peluk kamu, udah sebulan,’’ ucap Micah setelah lama berheningan.

Spencer tersenyum. “I’m sorry, love, saya sibuk sekali, seperti yang saya bilang di chat.”

Micah mengangguk. “Seenggaknya kita chattan sih, aku kira kamu marah sama aku.”

“Marah? Marah kenapa?”

“Gara-gara waktu itu, aku malah pergi gitu aja tanpa pamit, and i act like nothing happened after that, I’m so sorry.”

Spencer menggelengkan kepalanya. “Don’t be, sayang, saya paham kenapa kamu mendadak pergi, setidaknya kamu pulang dianterin abraham.”

“Tapi aku gak sopan ya sama Ratu, enggak pamit.”

“It’s okay.” Spencer mengecup kening Micah. “Saya harus bertemu ratu, sampai ketemu di pesta nanti ya?”

Micah mengangguk.

Micah memandangi sekitar pesta. Banyak orang yang datang. Tentu saja itu adalah teman-teman dari Ratu Margaret dan beberapa orang penting lainnya. Rasanya ia tidak pantas berada disini, semuanya adalah orang terdekat Ratu.

“What’s wrong?” Tanya Viviane.

Micah tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. Viviane yang merasa Micah terlihat sendu hendak bertanya lagi kenapa, tetapi ucapannya terhenti ketika seorang pengawal mengumumkan kedatangan keluarga kerajaan.

Semuanya berjajar, membungkuk hormat begitu keluarga kerajaan datang. Micah sempat melihat Spencer yang berdiri dibelakang Raja dan Ratu Neanderthal bersama kedua saudaranya. Ia tersenyum, Spencer tampak berwibawa sekali di belakang sana, apalagi ketika ia mulai berjalan melewatinya. Napas Micah sempat tertahan sebentar ketika ia diam-diam mendongak untuk melihat Spencer yang ternyata sedang melihat kearahnya sembari tersenyum.

Sang Ratu memberikan pidato sambutan dan berterimakasih kepada seluruh tamu undangan yang datang dan bersedia merayakan hari ulang tahunnya. Beliau juga langsung mengadakan sesi pemotongan kue usai berpidato. Hal yang mengejutkan terjadi, Ratu Margaret memanggil Putri Astrid untuk mendapatkan suapan kue dari sang Ratu. Putri Astrid menghampiri sang Ratu sembari tersenyum malu-malu, tentu saja ini suatu kehormatan yang sangat besar untuknya.

Micah sempat bertemu tatap dengan Ratu Margaret, hatinya sedikit mencelos ketika Ratu tersenyum kearahnya dan mulai memberikan suapan kue kepada Putri Astrid, membuat Micah cukup paham bahwa ia kalah telak dan diminta untuk sadar diri.

Micah melihat kearah Spencer yang ternyata lagi-lagi sedang melihat kearahnya. Kali ini, tatapan Spencer tampak khawatir dan menyesal, Micah yang melihat itu hanya tersenyum dan mengangguk kearah Spencer, ia berharap kekasihnya mengerti bahwa ia tidak apa-apa dengan situasi sekarang.

Micah yang sedang mengobrol dengan Viviane dan Odelia tersentak kaget begitu seseorang merangkul bahunya, setelah ia lihat, ternyata itu Spencer. Micah segera membungkuk hormat kearah Spencer.

“Darimana aja, kak?” tanya Odelia.

“Darisana, banyak juga ya yang mau ketemu saya,” jawab Spencer.

“Karena mereka ngira punya potensi buat jadi camer,” ucap Odelia. “Padahal udah enggak ada potensi sama sekali.”

Spencer tertawa kecil. “You’re right.” Ia melihat kearah Micah. “Ayo, ketemu ratu, ucapin selamat ulang tahun.”

Micah menelan salivanya. “Sekarang?”

Spencer mengangguk. Kemudian menyeret Micah dengan pelan untuk menemui Ratu dan Raja yang sedang bercakap-cakap. Micah yang melihat itu seketika panik, tidak tahu harus mengucapkan apa. Ia hendak kabur, tetapi Ratu sudah melihatnya.

“Your majesty.” Spencer membungkuk hormat kearah orang tuanya, diikuti oleh Micah yang membungkuk hormat.

“Say it,” bisik Spencer.

“Your majesty…” Micah menelan salivanya. “Selamat ulang tahun, saya harap hal-hal baik selalu menyertai anda.”

“Oh, Micah, terimakasih, saya enggak mengira kamu akan datang.”

Micah tersenyum. “Anda sudah menyempatkan diri mengirimkan undangan untuk saya, tentu saja saya pasti akan datang.”

“Well, Thanks to the king, he suggested me to invite you, actually I plan to only invite those who are really close to me, but the king gave me a suggestion to invite you, yaa… tentu saja saya harus undang kamu, jadinya,” jelas Ratu.

Micah terdiam. Jadi… karena Raja ya? Bukan karena kemauan Ratu sendiri? Ya, apa sih yang Micah harapkan, ia baru beberapa bulan berpacaran dengan Spencer, tentu saja tidak akan dianggap dekat.

“Terimakasih, yang mulia.” Micah tersenyum kearah Raja. “Saya merasa tersanjung.”

Raja tersenyum. “Of course the queen has to invite you, you’re Spencer’s boyfriend.”

Micah tersenyum senang mendengar itu. Raja sepertinya tidak keberatan sama sekali dengan hubungan mereka.

“Sepertinya yang lain menunggu,” ucap Spencer. Dia memegang tangan Micah, lalu membungkuk hormat kearah kedua orang tuanya. “Permisi.”

Micah membungkuk hormat kearah Raja dan Ratu, lalu membiarkan Spencer membawanya pergi dari hadapan mereka.

“Spencer,” panggil Ratu membuat langkah Spencer terhenti.

Spencer melihat kearah sang Ratu. “Yes, your majesty?”

“Talk to Princess Astrid, dia gak punya banyak kenalan disini, jangan biarkan dia sendirian.”

Spencer mengangguk paham.

Putri Astrid bergabung bersama Spencer dan saudara-saudaranya, juga Abraham. Micah sedari tadi menyimak percakapan mereka. Diam-diam Micah memperhatikan Putri Astrid yang begitu anggun. Senyumannya sangat manis, bicaranya pun benar-benar menunjukkan ia adalah bangsawan, sangat hati-hati dan pasti bukan omong kosong. Mereka semua tampak serasi. Aura mereka sangat serasi. Membuat Micah lagi-lagi merasa tidak pantas. Lagipula sedari tadi ia tidak diajak bicara sama sekali, bahkan oleh Spencer pun.

Mungkin Micah sensitif hari ini, tetapi ia benar-benar merasa tidak nyaman dengan situasinya. Ia gelisah. Tidak mau berada disini lebih lama lagi.

“Toilet dimana?” bisik Micah kepada Spencer.

“Disebelah sana.” Spencer menunjuk kearah salah satu lorong. “Mau saya antar?”

“No, it’s okay.”

Micah segera beranjak pergi dari sana dan pergi kearah yang tadi ditunjuk Spencer.

Micah mencuci mukanya. Dipandangi pantulan dirinya di cermin. Ia menghapus dengan kasar air mata yang mendadak muncul mengaburkan pandangannya. Tidak boleh menangis, itu hanya akan membuatnya akan tampak lebih menyedihkan.

“Apa sih, ya wajar gak sih mereka akrab? Toh sama-sama bangsawan kan? Wajar juga kan kalau ratu nyuapin putri Astrid because they are so close! so it’s okay, apa sih lo! Lebay banget anjir gitu aja nangis! syukur-syukur lo diundang juga kesini, walau atas saran raja, tapi beruntung banget ratu dengerin saran raja buat undang lo, jadi gak perlu nangis.”

“Gak usah merasa dikucil — ”

“Micah?”

Micah tersentak kaget melihat Spencer yang tiba-tiba datang, segera ia usap air matanya yang mendadak muncul lagi itu, lalu melihat kearah sang kekasih sembari tersenyum.

“Your highness, baru aja mau ba—”

Ucapan Micah terhenti ketika Spencer tiba-tiba menciumnya. Ciumannya sedikit kasar dan menuntut. Spencer mengangkat tubuhnya, dan mendudukkannya disisi wastafel. Micah cukup terkejut dengan tindakan tiba-tiba Spencer ini, tetapi ia memejamkan matanya dan membalas ciuman sang kekasih.

Suara bibir yang saling mengecap terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Tidak peduli jika ada yang memergoki mereka, keduanya tetap bercumbu dengan panas, seolah tidak ada hari esok untuk melakukannya.

“S-Spencer.” Micah mengigit bibirnya ketika Spencer mulai menciumi lehernya. “J-Jangan, nanti ada yang lihat.”

Spencer tidak mendengarkan, tangannya malah terulur dengan nakal untuk membuka kancing kemeja Micah.

“Please…” bisik Micah. Ia menahan tangan Spencer. “Not here.”

Spencer menatap Micah dengan sayu. Ia menyatukan kening mereka, lalu berbisik, “My room?”

Micah mengangguk. []

Add a comment

Related posts:

My 2020 Project

This morning I was reminded of what I’d written a year ago, at the beginning of what was supposed to be a great new year. My business partner, friend, and soul sister died suddenly. It was gut punch…

The Benefits of Professional Car Detailing in Melbourne

There is a saying that a car is like a reflection of its owner, but what happens when that reflection is smudged and dull? That’s where car detailing in Melbourne comes in — a chance to transform…